Tayangan Televisi di Bulan Ramadan 2010
Tak ada salahnya menonton tayangan televisi di sela waktu istirahat pada bulan Ramadan. Namun bagaimana jika program televisi di bulan ini minim dengan nilai manfaat untuk meningkatkan ibadah bagi kita dan keluarga?
Kerinduan untuk kembali merasakan bulan Ramadan terbayar sudah. Memasuki bulan suci yang penuh hikmah ini tentu berjuta harapan timbul dalam benak umat untuk dapat memenuhi panggilan untuk menyempurnakan ibadah. Bulan ini juga dapat dikatakan sebagai bulan keluarga, karena besar kesempatan bagi anggota keluarga untuk kembali mengeratkan kebersamaan di dalam keluarga sambil menjalankan ibadah bersama-sama.
Bulan ini juga saat tepat bagi orangtua untuk mengenalkan makna ibadah yang sebenarnya pada anak-anak, sambil memberi teladan bagaimana cara menghabiskan saat-saat berpuasa dengan kegiatan yang diberkati Allah. Seperti meningkatkan frekuensi shalat sunnah, bertasbih, berdzikir serta tadarrus, juga melakukan hal-hal yang bersifat sosial, seperti mengumpulkan barang bekas layak pakai untuk disalurkan bagi orang yang membutuhkan, atau menyiapkan makanan untuk dibagikan ke tetangga-tetangga yang membutuhkan.
Namun bangun di lepas tengah malam untuk beribadah maupun melakukan sahur memang membuat tubuh menjadi lemas. Akibatnya tak heran jika banyak anggota keluarga yang akhirnya lebih memilih untuk menyelingi kegiatan ibadahnya dengan bersantai di depan televisi sambil menunggu bedug subuh maupun maghrib.
Banyak Acara Bermasalah
Tak salah jika seseorang ingin melepas lelah sambil menonton tayangan televisi di bulan yang penuh rahmat ini. Kenyataannya tak banyak stasiun televisi menayangkan acara yang sesuai dengan suasana bulan Ramadan. Apalagi jika acara yang tak sesuai dengan nilai-nilai di bulan ini ditonton anak di bawah umur. Percuma saja jika kita selalu menyampaikan pada si kecil untuk menghormati orangtua, sedangkan tayangan kuis di televisi yang ditayangkan saat sahur dan mengikutsertakan para selebriti serta pelawak kerap memperlakukan orangtua di antara mereka dengan kurang hormat, bahkan mengolok-olok mereka.
Simak saja pantauan yang dilakukan Depkominfo bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada bulan puasa tahun lalu. Mereka menengarai adanya 802 acara bermasalah yang ditayangkan berbagai stasiun televisi di Indonesia di 10 hari pertama bulan Ramadan. Perincian yang dikemukakan saat itu adalah 59,4 persen berisi adegan kekerasan psikis, 23,7 persen berisi adegan kekerasan fisik, 12 persen adalah adegan cabul, dan 5 persen adegan mistis. Selain itu juga dilakukan pemantauan terhadap acara komedi dan kuis. Ternyata pada dua tipe program acara tersebut terdapat hal yang kurang baik karena mengandung kultur mencela dan dorongan untuk menjadi konsumtif.
Memang tak semua stasiun televisi menyiarkan acara yang menyimpang seperti di atas. Beberapa masih menyiarkan acara ceramah agama atau kajian tafsir dari ulama-ulama ternama maupun sinetron agama yang mendidik. Namun, jumlah tayangan ini masihlah sangat sedikit dibandingkan dengan acara yang bersifat komedi maupun sinetron religi yang ceritanya tak jauh berbeda dengan sinetron pada umumnya, hanya kemasan luarnya disesuaikan dengan suasana bulan Ramadan. Yang menjadi masalah adalah tak banyak perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun. Sehingga lagi-lagi kita harus mengonsumsi tayangan yang sungguh berlawanan dengan nilai-nilai yang ingin kita raih di bulan suci.
Tak Mudah Menerapkan Sanksi
Sayangnya tuntunan khusus program di bulan Ramadan tak ada atau tak dibuat secara khusus. "Peraturan tentang program isi siaran yang dibuat KPI bersifat umum yakni tak mengandung kekerasan, seks, mistik dan pelecehan agama atau sosial. Setiap stasiun televisi terikat dengan peraturan KPI yang bernama P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran),” ujar Wakil Ketua KPI Pusat Fetty Fajriati Miftach.
Namun sejak 2007, KPI membuat Memorandum of Understanding (MoU) bersama MUI untuk melakukan pemantauan program televisi yang terkait dengan tema-tema agama Islam dan program televisi di bulan Ramadan. Meski demikian, KPI tak memiliki tuntunan khusus yang bersifat keagamaan. Tuntunan yang ada lebih bersifat umum yang merujuk pada UU Penyiaran yang masih berlaku. Misalnya program tayangan diminta untuk memberi penghormatan pada nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemasyarakatan, seperti yang tercantum pada UU Penyiaran No 32/2005 pasal 48 huruf a dan c dan SPS pasal 6 huruf a dan b.
Dengan kata lain sanksi yang diberikan pada stasiun televisi yang menayangkan program-program yang kurang sesuai di bulan ini tetap sama dengan sanksi terhadap program-program yang melanggar P3SPS di luar bulan Ramadan. Sanksi hanya dapat dikenakan jika tayangan melanggar unsur-unsur kekerasan, seks, dan penghinaan. Menanggapi hal ini Fetty mengakui sulitnya memberi sanksi pada stasiun televisi yang melanggar.
"KPI memang sulit jika harus menghentikan dan tidak boleh (melarang) tayang sama sekali. Saat ini KPI masih merumuskan masalah mekanisme sanksi yang jelas dan tegas di dalam P3SPS. Tentu saja dalam merumuskan aturan ini KPI menerima masukan dari semua pihak, termasuk pihak industri yang diwakili Asosiasi Televisi Seluruh Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), dan sebagainya," ujarnya.
Rencana Perbaikan Acara
Meski tak mudah, namun KPI sudah memiliki langkah-langkah rencana untuk memperbaiki mutu siaran televisi di bulan Ramadan, di antaranya menurut Fetty adalah meminta semua stasiun televisi untuk memperbanyak program dengan unsur dakwah, serta mengingatkan waktunya shalat lima waktu.
Fetty juga menyampaikan rencana untuk bekerjasama dengan MUI untuk merumuskan acara yang seharusnya dihindari dan ditingkatkan. Rumusan sementara yang telah didapat adalah untuk membatasi adanya unsur kekerasan, baik dalam program reality show, sinetron dan lawakan, serta unsur ghibah pada tayangan infotainmen, dan menghilangkan unsur seks selama bulan Ramadan demi menjaga kesucian bulan ini.
Selain itu untuk menjaga keefektifan imbauan, maka KPI, MUI, dan Depkominfo akan kembali bekerjasama untuk memantau tayangan Ramadan seperti yang telah dilakukan dua tahun belakangan ini. Dan seperti yang sudah-sudah, akan diumumkan tayangan mana yang kurang mengena di bulan Ramadan ke media pada 10 hari pertama, kedua, dan ketiga. Dengan cara ini diharapkan stasiun televisi akan meningkatkan mutu tayangan sesuai dengan yang diharapkan bersama. "Semoga apa yang KPI lakukan dapat menjaga kesucian bulan Ramadhan ini," ucap Fetty penuh harap.
Peran Aktif Orangtua
Tak mudah untuk menghindari tayangan yang kurang mendidik bagi anak di bulan Ramadan. Karena itu sebaiknya orangtua berperan aktif, di antaranya dengan
melakukan pendampingan pada anak saat menonton televisi. Dengan cara ini orangtua dapat langsung meluruskan pendapat salah yang dapat ditangkap si anak saat menonton tayangan yang kurang mendidik.
Selain itu memilih tayangan yang sesuai dengan usia anak. Sesuaikan tema tayangan dengan nilai yang Anda kenalkan pada si kecil dalam keluarga di bulan ini. Cara lainnya, membatasi waktu menonton anak. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP) atau kumpulan dokter anak di Amerika, waktu maksimal bagi anak di atas usia dua tahun untuk menonton tayangan televisi yaitu 1-2 jam sehari. (Detik.com)